Humanity
A Rise of the Guardians fan fiction written by Asha D
Disclaimer: I own nothing but the story.
Words: 385
A/N: Was inspired by a Jack Frost drabble written by Sisaat on fanfiction.net. You should check it out here.
.
.
.
Manusia adalah mahluk hidup terumit yang Jack pernah temui.
Lihat saja mereka. Mereka kelihatan, tapi mereka merasa tak terlihat. Mereka hidup, tapi mereka merasa seolah tak bernafas. Yang paling ironis, mereka berada di tengah keramaian, tapi mereka merasa kesepian.
Manusia adalah mahluk yang tak cepat puas, terus mengeluh, walau hidup mereka seperti tumbuhan. Hanya tinggal menunggu waktu sebelum mereka mekar dan kemudian layu. Mereka orang yang merasa kuat tetapi pada hakikatnya mereka rapuh. Mereka punya mata tapi buta, mereka punya telinga tapi tuli, mereka punya mulut tapi bisu. Mereka adalah mahluk paling perkasa sekaligus lemah yang pernah ada.
A Daily Life Philosophy
An original fiction written by Asha D
Words: 821.
A/N: Hanya
iseng. Based on true story of mine. So far this story is my favorite. Enjoy!
.
.
.
Jika
ada yang memintaku mendeskripsikan bagaimana kehidupanku sehari-hari, maka aku
akan menggambarkannya seperti ini: lorong yang panjang dan gelap. Pohon yang
menatap sendu. Kursi panjang yang kosong di bawah jendela persegi dengan kaca
berwarna temaram. Ruangan kelas yang hanya terisi segelintir orang, bahkan
beberapa di antara gelap dan kosong.
Lucu
untuk menyaksikan bagaimana di koridor ini hidup sekumpulan siswa SMA dengan
pelbagai jenis. Ada yang memikul tas yang terlampau berat, menyeret kakinya
secara harafiah. Berharap bahwa IPA hanyalah mitos yang akan segera berlalu. Ada
juga yang menenteng tas di sebelah pundak, nyaris tak membawa buku. Berharap bahwa
IPS hanyalah sebuah fase hidup yang membosankan, yang cepat atau lambat akan
terlewati juga. Ada yang menekuni pelajaran dengan serius, ada yang
menganggapnya sebagai some kind of bullshits. Beberapa siswa bahkan yakin
bahwa sistem kurikulum terbaru hanyalah sebuah bentuk pembodohan, karena
menterinya tak kalah bodoh. Aku rasa mereka tak akan terkejut kalau kubilang
menterinya sedang mabuk saat mencanangkan kebijakan baru tersebut.
A Koisuru Boukun fan fiction written by ah-ee-you
Dedicated to Rin Kurin for her birthday
I own nothing and gain no profit from this story
.
.
.
Chapter Three
Introducing Us
.
.
.
Souichi tak lagi merasa asing dengan apapun yang eksistensinya ada di dekatnya.
Bunyi
jangkrik di malam hari yang kadang membuatnya terkesiap kini seperti
lagu nina bobo yang terasa ganjil jika absen. Gemerisik daun yang
tadinya menganggunya kini menenangkannya. Siluet samar bak kabut dingin
yang sering menjahilinya ternyata tidak semenyebalkan yang dulunya ia
kira. Kehangatan dan keramahan yang dulunya hidup di rumah itu telah
mengikis rasa paranoidnya.
How to Get Good Dreams
A
Koisuru Boukun fan fiction written by ah-ee-you
Dedicated
to Rin Kurin for her birthday
I
own nothing and gain no profit from this story
.
.
.
Chapter Two
Dreams, Reality, Which One is Better?
.
.
.
“Souichi!
Souichi!”
Mata Souichi menyesuaikan diri dengan terang yang
muncul secara spontan. Kepalanya terasa berat dan berputar. Setelah beberapa
saat, ia mendongak dan menemui dirinya berada di tempat yang tak pernah
dilihatnya. Suatu perasaan aneh menghambur ke dadanya, tanpa ia tahu dari mana
asalnya. Ia berusaha keras mengangkat tubuhnya, lantas mendapati dirinya duduk
di tengah padang rumput yang ganjil.
How to Get Good Dreams
A Koisuru Boukun fan fiction written by ah-ee-you
Dedicated to Rin Kurin for her birthday
I own nothing and gain no profit from this story
.
.
.
Chapter One
Moving On (Running Towards Endless Road)
.
.
.
Bunyi
asap yang keluar dari knalpot truk menjadi suara asing yang beradu
dengan suara alam khas pinggiran. Matahari mengintip di balik awan yang
tak mampu menyembunyikan sinarnya, penasaran pada aktivitas insan yang
dinaunginya. Souichi turun dari truk yang ditumpanginya, meregangkan
tubuhnya yang terasa kaku karena duduk selama empat jam. Sementara supir
sekaligus karyawan jasa pemindahan rumah mengangkut barang-barangnya
dari bagasi truk. Khusus kardus yang berisi hal rapuh seperti alat
eksperimen, buku sains agrikultural yang tak lagi muda, dan sebagainya
hanya Souichi yang boleh membawanya.
49
Days
A
Vocaloid fan fiction written by Asha D
Disclaimer:
If
I own Vocaloid I would totally make all male Vocaloid characters use glasses
*smirk* *not sorry for being a megane boy freak*
Genre:
drama/tragedy/family/psychological/mystery
(shoot, why so many of them.)
Warning : If you’re under 15, PLEASE go back and don’t
read this story. Call me dramatic but I’ve learned my lesson for
reading stories that are not suitable for my age. And it’s not a pleasant
lesson. Playboy!Gakupo. Melancholic!Kaito. You might find bad words, few typos and OOC.
A/N:
This
story was almost abandoned but thanks to Kyle Thompson, whose surreal
photographs are beyond amazing, I’m motivated to continue this story. Dedicated
to Hiiragi Izumi. I’m sorry I cancelled
it but I love the plot so I decided to continue it. Sorry, can’t help myself.
.
.
.
Chapter
1
Give
Me Love Like Her
.
.
.
When you're awake and your own shadows turn
into ghosts.
Home becomes what you're scared of the most.
Gabrielle Aplin – Ghost.
.
.
.
Angin yang berhembus tak
berbicara banyak, namun cukup kuat untuk membuat tirai bergoyang. Hanya ada
satu jendela di kamar tersebut, terbuka dengan kusen yang tak utuh karena
rayap. Di tengah ruangan terdapat kasur yang busanya telah rusak dan kerangka
besi yang berderit karena karat. Ada sebuah almari buku yang besar dan kosong,
teronggok di tepi. Tak jauh darinya, terpaku sebuah cermin di dinding,
bergoyang seperti hendak jatuh kapan saja ia mau.
Kaito menyandarkan tubuhnya ke
sebuah dinding penuh bercak, sisa dari air hujan yang merembes dari atap yang
bocor. Ia duduk berseberangan dari kasur yang lapuk tersebut; tempat dimana ia
telah tidur selama tiga hari belakangan. Kedua kelopak matanya terkatup
sementara wajahnya menengadah. Tangannya terkulai di sisi, membuatnya terlihat
seperti orang yang tak sadarkan diri. Kamera tergeletak di
sebelahnya, tak tersentuh. Sebuah rokok bertengger dengan manis di ujung bibirnya,
menyala. Jaring laba-laba menjajah tiap sudut ruangan tersebut, sementara
penghuninya memandang Kaito dalam diam.